PURWOKERTO.SUARA.COM - Pencegahan keluar negeri terkait kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe (LE) terus berlanjut.
Bahkan baru-batu ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga pihak swasta ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI.
Berdasar rilis KPK ketiga pihak swasta itu antara lain Presiden Direktur (Presdir) PT Rio De Gabriello atau Round De Globe (RDG) Gibbrael Isaak, Jimmy Yamamoto, dan Dommy Yamamoto.
Dikutip dari PMJ News, Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan terkait dugaan TPPU dari Tersangka Lukas Enembe, KPK kembali ajukan pencegahan pada tiga orang pihak swasta.
Baca Juga:Selain Jakarta, Coldplay Akan Gelar Konser Di Australia dan Malaysia. Ini Jadwal Lengkapnya
Ali menyebut pencegahan tersebut merupakan yang pertama bagi ketiga orang tersebut. Namun, bisa diperpanjang kembali sesuai kebutuhan tim penyidik. Dia meminta ketiganya untuk kooperatif.
Sebelumnya, KPK RI menetapkan status tersangka kepada Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe dan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakksa atas dugaan TPPU.
Mereka dijerat kasus TPPU lantaran sebelumnya dijerat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur yang ada di lingkungan Pemprov Papua.
Sekedar informasi Pencucian uang merupakan tindakan yang dilakukan untuk menyembunyikan atau mengubah asal-usul dana yang diperoleh secara ilegal menjadi tampak legal.
Di Indonesia, pencucian uang dianggap sebagai tindak pidana serius yang diatur oleh undang-undang. Sebab Pencucian uang adalah tindak pidana yang sangat merugikan bagi perekonomian dan stabilitas keuangan suatu negara.
Baca Juga:Ide Ucapan Selamat Hari Lahir Pancasila, Ungkapan Nasionalisme Dapat Dibagikan Di Media Sosial
Untuk melawan kejahatan ini, Indonesia memiliki peraturan hukum yang tegas dan ketat yang mengatur tindak pidana pencucian uang.
Sebut saja Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang ("UU Pencucian Uang") menjadi dasar hukum utama yang mengatur tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Undang-undang ini telah mengalami beberapa perubahan dan perbaikan sejak pertama kali diberlakukan.
Bahkan UU Pencucian Uang juga menetapkan beberapa kegiatan yang dianggap sebagai indikasi kuat tindak pidana pencucian uang, termasuk transaksi dalam jumlah besar tanpa alasan yang jelas.
Penggunaan jasa intermediasi, penggunaan jasa bank yang tidak sesuai dengan karakteristik usaha yang dilakukan, dan lain sebagainya juga termasuk.
Untuk memberantas tindak pidana pencucian uang, Indonesia telah membentuk lembaga penegak hukum seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Lembaga ini yang bertugas mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan kepada aparat penegak hukum.* * *