PURWOKERTO.SUARA.COM, REMBANG- Pesta rakyat Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) berlangsung meriah di kampung KH. Bahaudin Nursalim alias Gu Baha, Desa Narukan Kecamatan Kragan, Rembang. Menariknya, Pilkades itu diikuti adik sepupu Gus Baha, Muhamad Umar Faruq atau Gus Faruq.
Suasana desa kian semarak setelah perhitungan suara selesai. Pilkades memenangkan Gus Faruq dengan perolehan suara tertinggi di banding lawannya yang merupakan petahana.
Atas kemenangan ini, Gus Faruq berhak memimpin Desa Narukan dalam beberapa tahun ke depan.
Mengenakan peci hitam dengan kemeja putih dan sarung, Gus Faruq diarak warga yang bergembira atas kemenangannya. Sekilas penampilan Gus Faruq ini pun mirip Gus Baha yang identik dengan kemeja panjang putih dan sarung khas kaum santri.
Baca Juga:Diduga Melakukan KDRT Terhadap Lesti Kejora, Rizky Billar Dikeluarkan Sebagai Host Dangdut Academy
Tak hanya meluapkan kegembiraan, mereka kompak meneriakkan yel-yel tak biasa, "Duit Ora Payu". Gus Faruq pun tampak terharu dipeluk warga secara bergantian yang ingin mengucapkan selamat kepadanya.
Video adik Gus Baha diarak warga setelah memenangi Pilkades ini pun viral di media sosial. Bukan hanya karena ketokohan calon Gus Faruq sebagai sepupu Gus Baha, melainkan juga semangat ibu-ibu sambil meneriakkan kalimat itu secara berulang.
Dalam bahasa Indonesia, Duit Ora Payu berarti Uang Tidak Laku. Lewat yel-yel itu, mereka seperti ingin menunjukkan, politik uang tidak berlaku dalam Pilkades di desa yang dihuni para santri itu.
Uang tidak laku untuk memperdaya masyarakat desa yang sudah mantab menentukan figur sesuai hati nurani mereka.
Sebagaimana diketahui, sudah rahasia umum, di setiap ajang pemilihan umum, dari tingkat tertinggi (Pileg/Pilpres), hingga pemilihan tingkat desa (Pilkades), hampir dipastikan ada politik uang (money politic) .
Baca Juga:Sebelum serius, Kenali Empat Penyebab Depresi Pada Remaja
Sebagian masyarakat memilih calon pemimpin bukan dengan menilai kepribadian dan kemampuannya, namun dari seberapa besar uang yang dia dapatkan dari calon.
Sehingga seringkali, warga memilih pemimpin atau wakil rakyat bukan sesuai hati nurani atau akal sehat.
Sementara calon pemimpin juga seringkali kehilangan akal sehat dengan menghalalkan berbagai cara untuk meraih kekuasaan, termasuk dengan menyebar uang atau menyuap pemilih.