PURWOKERTO.SUARA.COM, KEBUMEN - Massa yang mengatasnamakan Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong atau PERPAG menggelar aksi unjuk rasa di Alun-alun Kebumen pada Senin 26 September 2022. PERPAG menyerukan ancaman kerusakan kars Gombong jika terus dikelola perusahaan semen.
Adi Budiawan pengurus PERPAG menjelaskan pengelolaan Kawasan Karst Gombong masih berada di tangan PT Semen Gombong. Adi Budiawan meminta agar pemerintah segera mencabut HGB PT Semen Gombong dan memberikan pengelolaan kawasan karst Gombong kepada masyarakat.
PT Semen Gombong masih memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) sejak tahun 1997 dan akan berakhir pada tahun 2027. Ia menuntut Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Kebumen, yang diketuai oleh Bupati Kebumen, untuk turun langsung dalam penyelesaian konflik agraria ini.
PERPAG semula meminta audensi dengan Bupati pada Senin 26 September 2022 namun karena Bupati pada Minggu ini sampai Selasa besok ada tugas di Jakarta, pertemuan diajukan pada Sabtu sore ini.
"Tadinya mereka berkirim surat meminta audensi pada hari Senin, namun kebetulan saya ada tugas yang tidak bisa ditinggalkan di Jakarta, berangkat hari Minggu ini sampai Selasa besok. Jadi kita ajukan jadi Sabtu sore," ujar Bupati.
Baca Juga:Saksi Kunci Sakit Keras, Sidang Kode Etik Brigjen Hendra Kurniawan Molor
Dalam pertemuan tersebut, PERPAG menolak perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) PT Semen Gombong dalam mengelola lahan di Kawasan Karst Gombong Selatan atau tepatnya berada di lima Desa, yakni Sikayu, Karangsari, Rogodono, Banyumudal, dan Desa Nogoraji. HGB atas penguasaan lahan tersebut akan berakhir pada 2027.
"PERPAG ini menginginkan agar HGB milik PT Semen Gombong dalam pengelolaan lahan di Kawasan Karst Gombong Selatan tidak diperpanjang, kemarin mereka sudah audensi dengan BPN Provinsi bahwa HGB akan berakhir pada 2027 mendatang, dan minta agar tidak diperpanjang," ujar Bupati.
Bupati menjelaskan, massa khawatir jika HGB diperpanjang, PT Semen Gombong akan mendirikan pabrik semen yang bisa merusak lingkungan. PERPAG meminta agar lahan tersebut diserahkan kepada masyarakat untuk dikelola sebagai lahan pertanian atau persemakmuran.
Terkait adanya sengketa lahan tersebut, Bupati menyatakan akan mempelajari mengenai mekanisme sesuai peraturan yang ada, agar benang kusutnya bisa terurai. Ia pun akan melakukan koordinasi dengan BPN untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kita akan pelajari dulu, yang pasti Bupati akan menerapkan melakukannya yang ada. Kita juga akan melakukan koordinasi dengan BPN untuk bisa mencari titik temu dalam penyelesaian sengketatenang agraria tersebut. Historisnya kita pelajari karena ini persoalan sudah lama, sejak tahun 1990 an," tutur Arif.
Baca Juga:Unik! Sejarah Sedekah Ketupat di Cilacap yang Kini Difestivalkan
Bupati menegaskan, pemberian HGB merupakan kewenangan BPN. Ia tidak punya hak untuk memberhentikan atau memperpanjang. Namun ia memastikan akan hadir menyikapi setiap keresahan yang terjadi di masyarakat agar ada jalan keluar yang baik, adil, dan bisa dimengerti oleh semua.